Tuesday 11 April 2017

Bangunan Hemat Energi dan Zero Energy Building (ZEB)



BANGUNAN HEMAT ENERGY


Pengertian
Penghematan energi atau konservasi energi adalah tindakan mengurangi jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai dengan penggunaan energi secaraefisien dimana manfaat yang sama diperoleh dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai lingkungan, keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan. Organisasi-organisasi serta perseorangan dapat menghemat biaya dengan melakukan penghematan energi, sedangkan pengguna komersial dan industri dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan dengan melakukan penghemaan energi.

Studi Kasus
Bangunan merupakan penyaring faktor alamiah penyebab ketidaknyamanan, seperti hujan, terik matahari, angin kencang, dan udara panas tropis, agar tidak masuk ke dalam bangunan. Udara luar yang panas dimodifikasi bangunan dengan bantuan AC menjadi udara dingin. Dalam hal ini dibutuhkan energi listrik untuk menggerakkan mesin AC. Demikian juga halnya bagi penerangan malam hari atau ketika langit mendung, diperlukan energi listrik untuk lampu penerang.

Penghematan energi melalui rancangan bangunan mengarah pada penghematan penggunaan       listrik, baik bagi pendinginan udara, penerangan buatan, maupun peralatan listrik lain. Dengan             strategi perancangan tertentu, bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengonsumsi energi listrik. Kebutuhan energi per kapita dan nasional dapat ditekan jika secara nasional bangunan dirancang dengan konsep hemat energi.

Para arsitek di Barat memulai langkah merancang bangunan hemat energi sejak krisis energi tahun 1973, sementara hingga kini-30 tahun sejak krisis energi di negara Barat-belum juga muncul pemikiran ke arah itu di kalangan arsitek Indonesia.


Prinsip - Prinsip dasar
  •  Hemat energi / Conserving energy : Pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan bakar atau energi listrik ( sebisa mungkin memaksimalkan energi alam sekitar lokasi bangunan ).
  • Memperhatikan kondisi iklim / Working with climate : Mendisain bagunan harus berdasarkan iklim yang berlaku di lokasi tapak kita, dan sumber energi yang ada.
  • Minimizing new resources : mendisain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumberdaya alam yang baru, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa mendatang / Penggunaan material bangunan yang tidak berbahaya bagi ekosistem dan sumber daya alam.
  • Tidak berdampak negative bagi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan tersebut / Respect for site : Bangunan yang akan dibangun, nantinya jangan sampai merusak kondisi tapak aslinya, sehingga jika nanti bangunan itu sudah tidak terpakai, tapak aslinya masih ada dan tidak berubah.( tidak merusak lingkungan yang ada ).
  • Merespon keadaan tapak dari bangunan / Respect for user : Dalam merancang bangunan harus memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua kebutuhannya.
  • Menetapkan seluruh prinsip – prinsip green architecture secara keseluruhan: Ketentuan diatas tidak baku, artinya dapat kita pergunakan sesuai kebutuhan bangunan kita.


ZERO ENERGY BUILDING (BANGUNAN TANPA ENERGI)

Seiring berjalannya tegnologi canggih membuat suatu bangunan tidak lagi menggunakan energi bumi, melainkan menggunakan energi yang dapat di perbaharui seperti cahaya matahari, angin dan air. dan di bawah ini yaitu penjelasan mengenan ZEB atau ZERO ENERGY BUILDING

Rancangan bangunan ”tanpa” energi atau net-zero energy, populer dengan istilah zero energy building (ZEB), muncul di Eropa sekitar tahun 1980-an, meskipun baru 15 tahun belakangan menjadi gerakan besar dalam arsitektur. ZEB mulai populer ketika permasalahan lingkungan merambah ke ranah arsitektur. Penghematan energi dalam bangunan bukan lagi persoalan menghemat energi semata, tetapi merupakan bagian penting memangkas emisi CO2.


Secara harfiah ZEB diartikan sebagai ”bangunan tanpa energi”. ZEB merupakan pemahaman tentang bangunan yang secara keseluruhan (net) tidak mengonsumsi energi yang bersumber dari listrik negara (PLN) maupun bahan bakar fosil. Dengan kata lain, ZEB merupakan konsepsi bangunan yang dapat mencukupi kebutuhan energinya sendiri dari sumber energi terbarukan, seperti matahari, angin, air, bahan bakar nabati, biomassa, dan biogas. Meskipun demikian, mengingat beberapa sumber energi terbarukan, seperti energi matahari dan angin, seringkali tergantung pada kondisi cuaca yang kadangkala tidak mendukung, konsepsi ZEB masih membuka kemungkinan penggunaan energi fosil pada saat tertentu. Pada saat lain bangunan harus mampu memproduksi energi terbarukan secara berlebih untuk mengimbangi kekurangan energi pada waktu lain.

Konsepsi ZEB lebih mengarah pada total energi yang dikonsumsi bangunan, antara tekor energi (energi yang dikonsumsi dari PLN dan generator minyak), dan surplus energi (energi yang dihasilkan perangkat pembangkit energi di bangunan: sel surya, baling-baling, dan biogas). Secara keseluruhan (net) konsumsi energi bangunan harus nol atau bahkan surplus (menghasilkan energi lebih dari yang dikonsumsi).

Konsepsi ZEB tidak terkait dengan energi yang digunakan saat pembangunan (konstruksi) dan energi yang dikandung material bangunan (embodied energy) ketika material tersebut diproduksi, tetapi lebih kepada energi operasional yang dikonsumsi bangunan per satuan waktu tertentu. Konsepsi ZEB tidak lepas dari strategi konservasi energi bangunan yang maksimal, simultan dengan optimasi produksi energi terbarukan untuk menopang kebutuhan energi bangunan. Tanpa strategi rancangan bangunan hemat energi, konsepsi ZEB tidak akan pernah terwujud.



BUILDING and CONSTRUCTION AUTHORITY ACADEMY (BCAA)





 Sebutan Zero Energy Building (ZEB) ditujukan pada bangunan yang mampu memproduksi sendiri energi bebas emisi untuk keperluan bangunan itu, termasuk mampu memangkas kebutuhan energinya sampai titik terendah. Pada 26 Oktober 2011, Pemerintah Singapura meresmikan ZEB yang diklaim sebagai yang pertama di negara itu dan yang pertama di Asia Tenggara sebagai retrofitted building.

Istilah retrofit digunakan karena ZEB ini merupakan hasil renovasi sebuah gedung yang berdiri sejak 1994. Sementara, ZEB pada umumnya dibangun dari nol. Gedung tiga lantai dengan luas total 3.000 meter persegi ini merupakan bagian dari kompleks kampus Building and Construction Authority Academy (BCAA) sehingga disebut sebagai ZEB@BCAA (ZEB at BCAA).








Konsumsi energi terbesar pada bangunan umumnya pada aspek pengudaraan dan pencahayaan, oleh karena itu ZEB@BCAA memfokuskan rancangan pada dua hal tersebut. Energi pada ZEB@BCAA diperoleh dari panel surya seluas 1.575 m, di mana 1.300 m berada di atap, dan sisanya di atap koridor, atap carport, dinding ruang tangga, kanopi, serta balustrade (pagar koridor).

Energi maksimum diperoleh pada Mei-September, yang disimpan dan digunakan pada bulan-bulan dengan perolehan energi lebih rendah. Perkiraan perolehan energi per tahun, 207.000 kWh, diprediksi bisa disisakan 1/3 bagian untuk disuplai ke bangunan lain di dalam kampus. Energi lain seperti angin, air, atau bahan nabati belum bisa diterapkan. Ketersediaan di BCAA terbatas. Gedung ZEB@BCAA juga menjadi laboratorium uji teknologi paling efektif guna diaplikasikan pada ZEB-ZEB selanjutnya.






Bagi bangunan tropis, kebutuhan utama pengudaraan adalah menyediakan udara sejuk dan segar ke dalam ruangan. Pada ZEB@BCAA, kebutuhan ini dipenuhi melalui sistem pasif dan aktif. Sistem pasif meliputi penempatan pohon-pohon besar pada sisi barat gedung untuk meredam masuknya sinar matahari siang dan sore. Selanjutnya, kanopi-kanopi dipasang untuk menaungi jendela kaca di sisi barat. Kanopi ini ada yang merupakan panel surya dan ada yang berupa bidang pemantul.




Untuk jendela digunakan berbagai jenis kaca low-emissivity yang meredam masuknya panas matahari ke dalam ruang. Cara lain guna terus menekan kebutuhan energi adalah sistem sensor air conditioning (AC)—otomatis menyala atau mati bergantung kehadiran manusia di dalamnya, dan hanya bekerja pada suhu 24°C – 25°C.
Khusus ruang staf, setiap meja dilengkapi dengan outlet AC sebesar mini-speaker-suhu dan kecepatan angin bisa diatur. Pada beberapa ruang yang sengaja dirancang tanpa AC, digunakan ventilasi alami melalui cerobong dengan sistem stack. Teknik ini mampu menyediakan udara 11 kali lebih banyak dari teknik konvensional.








Semoga bermanfaat untuk anda dan terimakasih sudah membaca artikel ini.

1 comment:

  1. untuk panel solar cell apakah sekarang sudah lumayan terjangkau harganya?

    ReplyDelete